Aneh, aku selalu bisa melihat sosokmu di setiap sudut kota ini. Di macetnya Margonda seperti ketika aku berada di belakangmu pada 11 Juli tahun lalu. "Mau kemana?" Katamu. Aku menikmati angin dan bilang "Terserah" karena aku tahu, kau selalu punya tempat tujuan sendiri. Ternyata sudah satu setengah tahun berlalu ketika…

Cahaya, seumur hidup itu tidak sebentar, bukan? Aku seringkali lupa dengan yang satu itu, tentang mengikat diriku pada satu jemari seumur hidup, atau selamanya jika selamanya benar-benar ada. Aku lupa bahwa seumur hidup itu tidak sebentar. Mengikat diriku pada rangkaian takdir bersama seseorang bukanlah perkara main-main. …

Di antara banyaknya halaman yang sudah kamu baca, kau terus merasa bahwa seluruh bagiannya hanya akan membawamu semakin terjebak dalam ratusan kata-kata yang sebenarnya tidak pernah mengarahkanmu kemana-mana. …

Aku seringkali bertanya-tanya tentang kapan waktunya ketika aku berhasil melepaskan segalanya tentangmu. Hampir sepuluh tahun kau berhasil menjadi sosok paling berpengaruh dalam hidupku, selama itu pula dunia yang kujejaki terus berisi dengan namamu. Bagiku, sepuluh tahun berarti selamanya. Kau pernah begitu menggenapkan sisi diriku yang hampir kehilangan warnanya. …

Kurasa aku sudah sampai pada sebuah titik turbulensi: mengagumimu begitu penuh, merindukanmu begitu dalam. Aku terguncang sedemikian dahsyat ketika menyadari bahwa awan badai yang mengepul dalam inti jantungku masih saja memekikkan namamu. Bahkan, ketika interaksi kau dan aku hanyalah berupa memijakkan kaki di bumi yang sama. Sadarkah? Kau begitu magnetis…

Aku kembali menulis tentangmu dengan satu kesadaran penuh bahwa sampai detik ini kau selalu menjadi nyawa dalam setiap kata-kata yang kurangkai. Bahkan ketika kukatakan segalanya benar-benar berakhir, ketika aku sudah melangkahkan diri berjalan mundur dari dekapanmu, meski duniamu tak pernah lagi kuusahakan untuk menyentuhnya. Kau masih menjadi satu-satunya. Cahaya, kurasa…

kau adalah tenang yang mencekam duniamu adalah terumbu karang yang menyorot tajam kau adalah samudra paling luas yang pernah membentangkan pasang-surutku dalam mengenal dunia bulir pasirmu mungkin tak pernah seirama dengan jejak langkahku yang di dalam sana pernah menjelajahi teka-tekimu jutaan kali yang pernah meneriakkan untuk jangan menenggelamkanku ke dalam matamu yang teduh itu untuk memaksa agar debur ombak dalam hatimu setidaknya akan bisa aku damaikan meski hanya sekali saja

Apa menurutmu masa itu akan datang? Ketika seluruh ragu yang memenuhi isi kepalamu akhirnya berhasil ditenangkan dengan kesungguhan. Ketika badai riuh yang menyentuh duniamu pada akhirnya bisa disandingkan dengan dekapan seseorang yang menjadikanmu dunianya. Saat ini mungkin kau masih melambungkan dindingmu setinggi-tingginya. Dalam bayanganmu, setiap jiwa yang berusaha merusak dinding…

Sejenak aku datang, mengucapkan kata-kata perpisahan yang sekiranya mampu sedikit saja menenangkan jiwa kita yang mungkin tak akan pernah bersisian kembali. Kulihat ruang itu tak lagi berpenghuni. Hanya menyisakan jejak aromamu yang masih tertinggal di sela-sela jendelanya. Hanya menyisakan percikan debu dari kalimatmu yang masih saja abu-abu. Mungkin rasanya sudah…