Beberapa waktu lalu, aku kembali memutuskan untuk menghilang. Aku memaksa diriku untuk pergi, terutama dari sebagian orang yang justru aku sayangi. Berulang kali aku membenarkan alasanku untuk menghilang, berulang kali aku membombardir diriku dengan segala alasan hanya agar aku tidak merasa bersalah telah memilih untuk menjauh. Ada yang salah pada…

— kau akan menjadi satu-satunya perjalanan yang tak akan pernah membuatku lelah untuk menelusuri tiap jejak dan teka-tekinya. Aku mengerti, tidak banyak kata yang bisa kau ucapkan untuk meyakinkan segala resah yang kurasakan hampir setiap malam kau pergi. Aku mengerti bahwa kau tak akan bisa menghapus raguku sebanyak kau ingin…

— setengah perjalanannya telah ia habiskan untuk berteman dengan duka. Ia tahu, sejak pertama kali ia memahami arti namanya sendiri, ia mulai menerka tentang bagaimana hidup yang kelak akan ia jalani. Namanya dimaknai sebagai kata ‘tenang’. Yang menurut sebagian orang, tenang berarti damai, tenang berarti sunyi, tenang berarti tak ada…

Sebelumnya, aku tak pernah percaya bahwa setelah seseorang mati, ia akan dihidupkan kembali, akan terlahir kembali. Bahkan, sampai saat ini aku masih meragukannya. Hanya saja, aku mulai menginginkannya, begitu menginginkannya. Aku berpikir untuk segera mengakhiri kisahku saat ini andai aku bisa terlahir kembali. …

Akhir-akhir ini, tak pernah sekali pun malam yang kuhabiskan tanpa tanya. Kalau saja pagi datang lebih cepat, pun tanya itu akan terus menemukan tempat paling luas di dalam kepalaku. Kurasa, aku tak pernah benar-benar mencari jawab atas tiap tanya itu. Kurasa, aku tak pernah benar-benar ingin menjawabnya. Ketika aku memulai…

Aku pernah mendengarnya. Seseorang yang ditakdirkan sebagai sang Pemimpi. Dunianya berada dalam kilasan malamnya. Tiap kali ia menutup matanya, ia melihat warna-warna, ia mendengar nyanyian, ia bertemu dengan Pemimpi lainnya. Di sana, ia berbicara banyak kata. Ia tertawa dengan berani. Terkadang, jika malamnya mulai berakhir, ia akan mengakhirinya dengan nyanyian…

Aku kembali berjalan di sisinya lagi. Akhirnya setelah bertahun-tahun bermimpi tentangnya, kini aku dapat menghadirkan sosoknya yang nyata. Aku sudah menunggu hari ini begitu lama. Sangat lama sampai rasanya kupikir hari ini tak akan pernah datang. Kupikir, aku tidak akan pernah bisa berjalan di sisinya lagi. Bahkan, untuk dapat melihatnya…

Pada momen ini, aku menyukai diriku yang selalu percaya. Percaya pada bahagia, percaya pada waktu, percaya pada luka. Aku terus disadarkan oleh sepiku. Bahagia akan datang, luka akan mereda, dan waktu akan menghapus sedihku. Berulang kali aku membantu sepiku agar ia merasa pantas untuk hadir, agar ia tak merasa asing…

Kupikir, ini sudah kesekian kali bagiku. Aku melangkahkan kaki untuk berjalan mundur dan menyerah terhadap rasa yang telah sekian tahun menguar dalam tiap hembusan nafasku. Ini bukan hal baru lagi. Bukan yang pertama kalinya untuk menangis dan menyalahkan diriku karena terus menerus percaya bahwa pada akhirnya kau akan memilihku. Namun…